Minggu, 21 November 2010

Wedhus Gembel Masih Menyembur

MESKI aktivitas Gunung Merapi terus menurun, namun Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PV-MBG) belum berani mencabut status awas level empat. Dalihnya, jantung Merapi masih berdetak dan berpotensi masih mengeluarkan kekuatan besar. Sehingga bahaya erupsi besar masih dimungkinkan terjadi.

Kepala PV-MBG Surono mengatakan, aktivitas Merapi tiga hari terakhir ini seperti nyaris sama sebelum letusan besar pada 3 November lalu. Ketika itu awal letusan 26 Oktober, aktivitas Merapi sempat melemah. Namun, sekitar sepekan kemudian terjadi letusan hebat. "Maka dari itu status awas belum dicabut," terangnya, Minggu 21/11).

Dia memprediksi, status awas ini berlangsung cukup lama. Sebab, Surono melihat Merapi mengalami perubahan karakteristik dari sebelumnya. Letusan Merapi tahun ini berbeda pada 2006 silam, yang hanya erupsi secara horizontal. "Letusan secara eksplosif ini memang cukup lama bisa kembali aktif normal," katanya.

Hingga kemarin, hasil pengamatan PV-MBG, puncak Merapi masih terus erupsi meski dalam intensitas menurun. Erupsi engan tekanan kecil ini material vulkanik terus muncul ke permukaan membentuk kubah baru. Bila tidak ada tekanan cukup besar dari perut gunung, kubah baru ini tidak bakal runtuh.

Lantaran masih terdapat aktivitas pembentukan kubah baru, maka puncak Merapi terus mengalami pembengkakan. hal ini terlihat pada alat GPS (Global Positioning System), sebuah alat pendeteksi pembengkakan puncak gunung. "Antara puncak gunung dengan alat ini semakin dekat. Jika demikian, puncak terus mengalami deformasi," terang Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Jogjakarta Subandriyo, ketika dihubungi tadi malam.

Meski terus mengalami pembengkakan, namun pihaknya belum melihat secara visual kubah baru. Hal ini karena longsoran material vulkanik di puncak Merapi terlalu banyak. Sehingga kubah lava yang berada di tengah kawah masih sulit dilihat.

Dia mengatakan, aktivitas Merapi mengalami peningkatan sore kemarin. Sekitar pukul 18.00 awan panas kembali menyembur. Dengan demikian, aktivitas yang seharian sempat menurun, mulai tadi malam kembali meningkat. "Gempa vulkanik dan gempa guguran kembali meningkat. Bahkan gempa multiphase kembali muncul," terang dia.

Gejala ini mirip pada awal-awal letusan pertama 26 Oktober. BPPTK pun mengimbau kepada warga selalu waspada. Sebab, tidak menutup kemungkinan terjadi erupsi besar lagi, mengingat aktivitas kembali naik.

Semburan awan panas ini tidak bisa dilihat secara jelas dengan pengamatan visual. Selain situasi sudah malam, kabut menyelimuti puncak Merapi. Semburan awan panas ini terlihat pada deteksi alat instrumental berupa seismograf.

Aktivitas Merapi yang masih fluktuatif ini, menyebabkan status awas belum dicabut. Dengan demikian, radius bahaya masih seperti pada revisi, yakni khusus Boyolali tinggal lima kilometer, yang semula 10 kilometer. Sedangkan daerah lain masih sama. Yakni Klaten 10 kilometer, Sleman 20 kilometer, dan Magelang 15 kilometer.

Imbauan kepada warga di bibir sungai berhulu puncak Merapi masih terus didengungkan. Warga agar ekstra waspada lantaran ancaman banjir lahar dingin. Hal ini melihat kemarin terjadi hujan di lereng Merapi. Peristiwa ini idak menutup kemungkinan banjir lahar dingin menerjang sungai, seperti Kali Apu, Gendol, Senowo, dan sungai berhulu Merapi lainnya.

Sementara itu, meski status zona bahaya sudah dipersempit dari 20 menjadi 10 kilometer, namun warga yang berasal dari zona aman masih banyak yang tetap bertahan di pos pengungsian. Jumlahnya bahkan masih mencapai ribuan dari total pengungsi Klaten yang kemarin masih mencapai 26.260 jiwa.

Mayoritas mereka yang belum kembali ke pos pengungsian masih mengalami trauma dengan erupsi Gunung Merapi. Padahal kalau mereka ingin pulang sudah diizinkan oleh Satkorlak PB Klaten yang berwenang untuk mengurusi pengungsi. Seperti yang disampaikan Supemo,45, warga Desa Panggang, Kecamatan Kemalangn. Rumah yang ditinggalinya berada di radius 12 kilometer dari puncak Merapi. Namun dia bersama ratusan warga masih belum mau pulang sampai kondisi merapi benar-benar aman.

"Sekarang kan masih awas, kalau sudah diturunkan menjadi normal mungkin kami mau kembali ke rumah. Jadi kami memilih bertahan di pos pengungsian ini karena takut untuk pulang," ujarnya di Pos Pengungsian Doditlatpur, Desa Danguran, Kecamatan Klaten Selatan.

Hal senada juga disampaikan Kepala Desa Bawukan Slamet, ratusan warganya juga masih memilih bertahan di Pos Pengungsian. Ada yang di posditlatpur, ada yang di Kecamatan Jogonalan, Prambanan. Selain masih mengalami trauma, warga takut pulang karena ketersediaan air bersih masih kurang. "Banyak bak penampungan air milik warga yang terkena debu vulkanik. Sehingga harus dibersihkan dulu dan menunggu pasokan air dari Pemkab Klaten. Mereka yang menetap di Pos Pengungsian ada yang tinggal di radius 13 kilometer," ujarnya.

Penanggung Jawab Posko Induk Satkorlak PB Klaten Joko Rukminto mengatakan, dari pendataan yang dilakukan petuga di lapangan ternyata masih banyak pengungsi yang mengalami trauma dengan erupsi Merapi. Terutama erupsi besar pada 5 November lalu yang menelan banyak korban jiwa.

"Kejadian yang begitu dahsyat, terus mereka belum siap secara psikologi membuat warga langsung shock. Mereka membutuhkan waktu cukup lama untuk menstabilkan emosi yang sedang kacau tersebut. Selain itu masih adanya aktifitas di Gunung Merapi menambah kegelisahan mereka," ujarnya kemarin.

Dia berharap dalam waktu sepekan ke depan warga yang berada di luar zona bahaya sudah dapat kembali ke rumah masing-masing. Sedangkan untuk yang tinggal di zona bahaya harus tetap tinggal di barak pengungsian sampai kondisi aman.

Pemkab saat ini sedang menyiapkan sekitar 5.000 shelter (rumah hunian sementara) bagi warga dari empat Desa yaitu Balerante, Tegalmulyo, Sidorejo dan Kendalsari. Identifikasi terhadap rumah yang kondisinya rusak parah sedang dilakukan petugas di lapangan.

"Langkah lain untuk mengatasi trauma adalah berbagai hiburan juga sudah kami hadirkan di Pos Pengungsian. Mulai dari campursari, wayang kulit, organ tunggal. Bahkan pengajian dengan mengundang Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf dari Solo juga telah dilakukan," tambahnya.

Sementara itu, dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Klaten juga telah menerjunkan puluhan psikolog untuk melakukan terapi pada ribuan pengungsi. Namun lamanya mereka mengungsi ternyata menambah parah kondisi kejiwaan korban erupsi Merapi.

"Iya, kalau sudah lama berada di pos pengungsian tingkat kejenuhan orang akan meningkat. Ini yang perlui diwaspadai ke depan. Jangan sampai emosi pengungsi tidak dapat dikontrol," ujar Kepala Dinkes Klaten Rony Roekmito. (un/oh/nan)
http://www.jpnn.com/read/2010/11/22/77642/Wedhus-Gembel-Masih-Menyembur-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar